Kamis, 14 Oktober 2010

Batavia Kota Hantu

Kalau ada yang mengira buku ini bercerita mengenai  hantu-hantu di Batavia, berarti salah berat tuh. Soalnya buku ini sama sekali gak bercerita tentang hantu-hantu yang berkeluyuran di kota tua Batavia. Buku ini merupakan kompilasi tulisan pendek dari bapak Alwi Shahab yang memang jagonya sejarah Batavia.

Batavia Kota HantuSaya sudah lama penasaran sama buku Batavia Kota Hantu, pertama kali lihat waktu mengantar anak saya ke dokter gigi, kebetulan anak saya dirawat di poli gigi anak RSGM FKG UI, di meja dosen ada buku ini, wah langsung penasaran berat, tapi di Gramedia stoknya memang kosong. Penasaran soalnya karangan pak Alwi bagus-bagus sih dan ringan untuk dibaca, umumnya sih menceritakan tentang kehidupan sehari-hari di kota Jakarta jaman dulu kala.Kebetulan minggu kemarin saya berkesempatan mengunjungi pameran buku Indonesia di Istora Senayan, setelah lelah mengelilingi (baca uang cash sudah habis hehehe) ternyata ketemu buku Batavia Kota Hantu di stand milik Republika, langsung saya ambil dua, satu lagi judulnya Batavia Kota Banjir, duh ternyata mereka gak nerima gesek, kecewa berat judulnya. Yang bikin takut, buku Batavia Kota Hantu hanya ada dua eksemplar, takut sekali kehabisan. Langsung saya telepon suami saya, ternyata dia baru bisa datang jam 4.30 sore yaah masih lama sekali, padahal jam tangan saya baru menunjukkan jam 1 siang. Setelah tanya sana sini sama satpam, ternyata di Istora tidak ada ATM, adanya di JHCC. Tapi demi buku ini saya rela berjalan kaki di terik matahari siang itu. Akhirnya buku idaman ada ditangan.

Seperti karangan pak Alwi yang lainnya, buku ini juga berisi cerita-cerita pendek, paling banyak 4 halaman per cerita. Diceritakan disini kalau pada prajurit Belanda pada masa itu, sama malas mandinya dengan waktu di Belanda karena takut dingin. Atau keadaan stasiun kereta api Tanjung Priok yang ramai pada awal abad 20, sayangnya sekarang stasiun ini sudah ditinggalkan dan menjadi rumah gelandangan. Ada juga cerita mengenai Oey Tambahsia, seorang playboy yang hidup di pertengahan abad ke 19. Oey Tambahsia meninggal karena di hukum gantung didepan gedung Musium Fatahilah. Masih banyak sih cerita-cerita lainnya, penasaran kan coba deh cari di toko buku, buat kita-kita yang hidup di Jakarta tentu buku ini cukup menghibur, karena menceritakan sejarah kota Jakarta di masa lalu.

Minggu, 10 Oktober 2010

Batavia in Nineteenth Century Photographs

Buku ini sebenarnya dibilang buku bacaan juga bukan yah, tapi lebih ke arah buku yang berisi foto-foto Batavia jaman baheula, dikarang oleh Scott Merrillees dari Australia yang memang banyak mempelajari tentang Indonesia, bahkan sebagian dari foto-foto dalam buku ini merupakan koleksi beliau.Buku menceritakan mulai VOC mendarat pertama kali di kota Batavia dan membangun kota dalam bentengnya. Bukunya di tulis dalam bahasa Inggris, sambil menerangkan satu persatu mengenai gambar-gambar yang ada didalamnya. Buat orang-orang yang memang tertarik sama sejarah Batavia, buku ini amat menarik karena pembaca bukan sekedar diajak menghayalkan keadaan Batavia saat itu, tetapi juga disuguhi gambar-gambar yang menarik.

Buku diawali dari benteng kota tua di utara,bagaimana dahulu orang Belanda masuk ke pelabuhan lama dan diperiksa kelengkapan surat-suratnya. Didalam kota tua Batavia terdapat Balai Kota Batavia saat itu, yang merupakan pusat administrasi kota. Balai kota Batavia sampai saat ini masih berdiri yang kita kenal sebagai musium Fatahilah tentunya semua ini dilengkapi dengan foto-foto jadul dari tempat-tempat itu.

Kemudian masuk ke Molenvliet dimana dahulu merupakan daerah elite tempat berdirinya rumah-rumah pembesar VOC, salah satunya rumah Reinier de Klerk yang merupakan gubernur jenderal Belanda dari 1777-1780, saat ini rumah itu merupakan gedung arsip nasional. Saat ini tidak banyak lagi rumah-rumah di daerah Molenvliet yang masih tersisa. Di Molenvliet juga banyak berdiri penginapan, salah satunya adalah hotel Des Indes yang terletak di Molenvliet Barat yang sekarang adalah Jl. Gajah Mada. Buku ini memuat foto hotel Des Indes pada masa itu, dimana jalan didepannya masih berupa jalanan tanah yang sangat tenang, hehehe kebayang gak sih betapa macetnya disana sekarang, mungkin kalau orang-orang Belanda itu bangkit lagi bisa terkaget-kaget berat mereka.Hotel Des Indes di rubuhkan pada tahun 1972.

Selanjutnya adalah kota baru di daerah selatan. Seiring dengan makin berkembangnya Batavia, maka penduduk Batavia mulai merambah ke daerah Selatan. Pada paruh kedua abad ke 19, daerah elite bagi kaum Eropa yang menjajah Indonesia adalah Rijswik, Noordwijk dan Rijwijkstraat ( sekarang adalah Jl.Veteran, Jl.Juanda dan Jl. Batavia. Didaerah ini berdiri gedung Harmonie Society, pada masa keemasannya gedung ini merupakan pusat kegiatan sosial di Batavia, alias tempat dugem paling top di Batavia. Sayangnya gedung ini sudah dihancurkan juga diawal 1985 untuk memperluas jalan Majapahit.

Selain gedung-gedung yang telah saya sebutkan tadi sebenarnya masih banyak lagi yang bisa diceritakan tapi sayangnya susah juga ya kalau harus diceritain satu-satu,soalnya banyak banget foto-fotonya, pokoknya untuk orang-orang yang suka banget sama sejarah Batavia, buku ini sangat layak buat dibaca. Tapi membaca buku ini bikin saya berasa gado-gado alias campu aduk, sedih karena ternyata banyak bangunan kuno indah di Jakarta yang sudah dirubuhkan atas nama pembangunan. Lalu bahagia karena saya jadi menikmati perjalanan ke kantor saya didaerah Jatinegara, soalnya sambil membayangkan sih rumah-rumah kuno yang pernah didirikan di Meester nama daerah Jatinegara saat itu.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Tini, Cerita Anak yang Indah..






Buku ini adalah buku yang sangat saya cintai, kalau ditanya kenapa, jawabannya cuma satu..saya suka banget menghayal dan buku meyediakan seting khayalan yang sangat variatif.  Cinta buku ini, ditularkan oleh ibu saya sejak saya masih belum bisa membaca, pokoknya kalau ke toko buku ya beli Tini. Siapa sih si Tini ini, Tini adalah seorang anak kecil yang kayaknya hidup di kota tapi sering berlibur ke desa hehehe ( ini kesimpulan saya waktu kecil loh). Rajiin banget, suka membantu ibu, pintar memasak, sayang adik, sayang teman dan binatang pokoknya seorang role model yang baik buat anak-anak perempuan. Sayangnya koleksi original saya dibagi-bagikan oleh ibu saya kepada saudara sepupu.

Walaupun sudah berlalu sekitar 17 tahun, tapi Tini masih lekat dalam ingatan saya, yang lucunya saya banyak lupa ceritanya tapi saya selalu ingat gambar-gambarnya yang sangat indah ( thanks to opa Marcel Marlier ), suatu hari saya menemani seorang teman ke pameran buku yang diadakan oleh Gramedia dan disana mendapat hadiah buku Tini : Kehilangan Anjing. Waah senang sekali rasanya, tapi karena waktu itu masih mahasiswa yang tentunya dengan uang saku pas-pasan saja, ya semua cukup sampai disitu saja, tapi satu buku itu cukup membangkitkan keinginan saya untuk mengkoleksi buku Tini lagi.


Kira-kira dua bulan setelah lulus kuliah, saya dihubungi oleh teman yang sama, katanya ada buku-buku Tini terbitan terbaru di pameran Gramedia, seneng banget deh soalnya sekarang sudah punya penghasilan sendiri jadi bebas buat ngabisin uang ;p langsung saya pesan semuanya, tapi sayang ada beberapa seri yang sudah habis, gak pa-pa yang penting ada. Buku-buku ini sebagian ada yang cetak ulang, ada juga yang baru jadi setting ceritanya lebih modern lah, bajunya juga lebih modern dibanding yang terbitan tahun 80 an.
Sewaktu saya menjalani masa PTT di Lampung dan sedang hamil anak pertama, ada sale buku-buku di Gramedia Lampung, banyaaak banget tuh buku Tini, menggila lah saya buat ngelengkapin buku-buku Tini yang sudah ada ( saking sayangnya saya sama buku-buku Tini ini, buku-buku ini termasuk yang saya bawa ke Lampung ), suami saya sampai rada bingung ngapain sih orang dewasa kok ngumpulin buku anak kecil, alasan saya waktu itu mungkin bawaan bayi hehehe. Yippie akhirnya koleksi saya untuk terbitan tahun 2003 kompliit.


Sekitar tahun 2008, saya menemukan buku Martine: Becomes a Ballerina di Gramedia Depok, saya langsung beli walaupun harganya cukup mahal untuk sebuah buku anak yang tipis, tapi yah masih terjangkau kok, dan cintaa banget sih. Ada juga beberapa judul lain kayak Martine and Neddy juga Martine and the Mystery Gift, kalau yang ini dicariin sama kembaran saya di pameran jadi lebih murah.



Tahun 2010 awal, saya iseng-iseng cari-cari buku Tini bekas eh dapet juga, walaupun susaaah banget yang paling awal saya dapat adalah Tini Belajar Memasak, terbitan tahun 1984 (masih ada label harganya lo, Rp.1.500) . Selain itu juga dapet 2 buku lain seri Pustaka Cerita Gramedia. Jadilah saya makin semamgat buat ngumpulin lagi buku-buku cerita Tini. Sayangnya buku Tini memang benar-benar susah dicari, dalam jangka waktu 6 bulan koleksi buku Tini jadul saya cuma nambah 3, yaitu Tini Belajar Memasak, Tini Berbelanja dan Tini Belajar Berenang. Ada satu sih, yang saya fotokopi berwarna (jangan di contoh ya) saking saya sukaa banget sama buku Tini Ulang Tahun, saya pinjam dari teman lalu saya fotokopi. Kalau cari seri Pustaka Cerita Gramedia yang lain lebih gampang, jadi sekali beli Tini nya hanya satu, tapi yang lainnya bisa 3.


Nah hari Kamis yang lalu, tepatnya tanggal 7 Oktober 2010 (inget soalnya pas kakak ipar ulang tahun) saya iseng ke Gramedia Matraman, sambil menunggu suami yang hari itu jadwal operasinya panjang. Saya sudah pegang dua novel baru, yang memang sudah saya incer sejak lama, lalu saya naik ke lantai 4 tempat buku anak-anak, karena saya ingat belum punya oleh-oleh buat dua bidadari kecil saya, ehh di buku aktivitas anak, saya lihat kayaknya ada buku yang sampulnya saya kenal, waah ternyata Tini, eh tapi kok namanya jadi Tina ya, dilihat, dibolak dan dibalik bener kok itu sahabat saya si Tini yang sudah bermetamorfosis jadi Tina (mungkin biar lebih modern kali yee). Bentuknya bukan buku cerita tapi buku aktivitas anak, karena ada yang sudah dibuka, iseng deh saya liat, yaah beda sama buku Tini yang biasa, tapi gak pa-pa yang penting harus punya (saking cintanya niih). Anak-anak juga pasti senang karena bisa tempel-tempel stiker. Ada 10 seri yang langsung saya borong semuanya, walaupun untuk itu saya harus meletakkan lagi dua novel yang sudah saya pilih. Anak-anak senang sekali, tapi yang paling senang ibu nya dong..Iseng kemarin saya buka situsnya casterman, ternyata buku aktivitas itu memang bagian dari seri Martine, banyak loh variannya ada yang dalam bentuk CD ada juga yang pop up book, semuanya dalam bahasa Perancis. Waduh kapan ya sampai ke Indonesia, saya langsung hubungi sepupu yang kebetulan tinggal di Belanda, tapi katanya gak janji, iya juga lah secara itu buku kan terbitnya di Perancis hehehe (namanya juga usaha).
Yah segitu aja deh cerita saya soal Tini eh Tina yang ternyata punya banyak nama lain Martine (Perancis), Debbie (USA), Tiny (Belanda), Martita dll. Rencananya saya mau buat sinopsis untuk setiap buku Tini yang saya punya, mudah-mudahan bisa kesampaian...